Saya adalah seseorang yang menyukai musik dan seni. Gemar
melihat aksi dan penampilan para musisi, penari, penyair, dsb. Hal itulah yang akhirnya
membuat saya semakin tertarik dengan stage photography.
Selama ini, saya hanya mengabadikannya melalui kamera
ponsel yang saya miliki. Tentu saja kemampuannya terbatas, meski untuk jenis ponsel tertentu
memiliki fitur yang canggih dan mendukung untuk mengambil gambar dalam
fotografi panggung.
Bicara tentang fotografi panggung, sekitar dua minggu lalu, tepatnya
di tanggal 6 Juni 2015, ada gelaran musik bertajuk Semarjamu atau Semarang
Jelajah Musik. Dalam gelaran musik yang diadakan di GOR Tri Lomba Juang ini,
turut mengundang musisi indie seperti AbsurdNation dari Semarang dan Everyday
dari Jogja. Acara ini menjadi debute pertama saya dalam fotografi panggung
dengan kamera mirrorless yang saya miliki beberapa hari sebelumnya.
Saya mempelajari fotografi panggung melalui artikel-artikel
di internet. Saat itu yang saya pelajari
adalah teori bagaimana teknik memotret panggung. Saya kumpulkan semua informasi
tersebut dan saya sempat praktik di malam sebelumnya pada gelaran Jazz In The
Mall yang berkolaborasi dengan komunitas Jazzngisoringin. Yah, bisa dibilang semacam trial. Bahkan dua teman
saya, Mbandah dan Mas Ben bersedia datang untuk mengajari saya bagaimana
memotret panggung sekaligus belajar mengoperasionalkan kamera saya. Maklum,
kamera yang saya miliki saat itu belum genap seminggu, jadi masih membutuhkan
pendekatan. Kebetulan kamera mirroless saya dan Mbandah sama-sama keluaran
Sony, meskipun berbeda tipe.
Saya belajar pada mereka, bagaimana mengatur cahaya, speed,
fokus, dsb. Setiap kata yang Mas Ben sampaikan, saya manggut-manggut mencoba
memahami. Setiap jepretan pada malam itu saya tunjukkan pada Mas Ben untuk
dikoreksi. Saya juga tak malu bertanya jika saya belum paham.
Uji coba di Jazz In The Mall. |
Malamnya, saya datang ke lokasi bersama AbsurdNation, salah
satu pengisi acara di Semarjamu. Ohya, AbsurdNation adalah band jazz
experimental dari Semarang yang sudah melahirkan satu album bertajuk Titik
Balik. Mereka adalah Nanda Goelton (vocal), Yusuf Saputra (keyboard), Fauz
Hibbatul (Bass) dan Fanny Wardoyo (drum). Tahun ini mereka juga tampil gelaran
jazz internasional: Java Jazz Festival. Saya mengenal mereka sekitar satu tahun
jadi saya sempat mengikuti perform mereka di berbagai tempat.
Jika selama ini saya hanya duduk manis menikmati penampilan
mereka dan mengabadikannya dengan kamera ponsel, malam itu
menjadi malam yang berbeda karena saya memotret mereka dengan kamera mirrorless yang
baru saya miliki beberapa hari.
foto yang saya ambil dari depan panggung |
Ini yang saya pelajari dalam fotografi panggung: jangan lupa
meminta izin dan bertanya di area mana saja kita boleh mengambil gambar. Itu
penting agar tidak mengganggu jalannya show.
Akhirnya, saya naik ke atas panggung. Ketika berada di sana, tiba-tiba saja saya deg-degan. Hahaha. “Dasar fotografer amatir!”, batinku. Tapi kembali saya meyakinkan diri, “ayo belajar! Kamu bisa!”.
Saya memulai membidik momen. Sedikit mendekat pada
drummernya agar mendapatkan angle
yang pas menurut saya karena drummer biasanya berada di panggung bagian
belakang meski lebih tinggi daripada yang lain. Maklum, lensa kamera saya hanya 16-50 mm. Saat lagu terakhir dibawakan,
saya turun dan kembali memotret dari samping dan depang panggung.
foto yang saya ambil di atas panggung. |
Fyuh! Rasanya menyenangkan sekali! Hasil yang saya dapatkan
mungkin memang tak sebagus para fotografer profesional, tapi saya sangat senang
malam itu bisa belajar fotografi panggung dengan kamera baru saya. Ya, pertama
kali. Setiap hal selalu mengalami pengalaman pertama, bukan?
Besoknya saya mendapat kesempatan untuk melakukan fotografi
panggung lagi bersama AbsurdNation di gelaran jazz tahunan di Kota Semarang
yaitu Loenpia Jazz. Kali itu sore hari, jadi saya tak bisa memanfaatkan
lighting panggung. Tapi tetap terasa menyenangkan seperti sebelumnya.
Memotret panggung sangat menyenangkan. Bagaimana menangkap momen asik seperti saat para anak band itu merem, meringis, berteriak, berekspresi ketika bermusik dengan gaya masing-masing. Tapi memang butuh kecekatan dalam mengoperasionalkan kamera. Waktu itu yang agak menyebalkan, ketika siap memencet tombol shutter, eh tau-tau lampunya nyorot ke arah kita. Hohoho..
AbsurdNation meskipun band indie, mereka sering juga manggung di luar kota Semarang. Pastinya band-band lain juga sering kan ya dari satu panggung ke panggung lain. Akan lebih menyenangkan jika uang bensin irit, jadi honornya bisa digunakan untuk yang lain. Ya, kan?
Ngomongin soal transportasi irit, mobil yang satu ini cocok juga untuk anak-anak band yang keren karena tampilannya chic, modis, lebih agresif dan bisa memberikan kepuasan tersendiri saat mengendarai, yap Toyota Agya! Pastinya juga hemat bahan bakar karena sudah LCGC. Pilihan warnanya juga beragam. Cakep, ya?
Belum lagi tempat duduk dan bagasinya luas, cocok deh buat anak-anak band yang sering bawa banyak barang. Asyiknya lagi, si mungil Toyota Agya yang menawan ini juga handal saat menanjak, jadi kalo ada job manggung luar kota dengan jalur yang luar biasa, tetep bisa berkendara dengan asyik dong ya. Mood jadi tetap terjaga.
Anyway, saya sedang menanti jadwal AbsurdNation di Jazz Atas Awan tanggal 31 Juli nanti nih. Semoga beneran bisa ikut untuk motret-motret lagi di acara itu. Semoganya lagi, di Semarang makin banyak event asik! Dan semoga saya punya kesempatan untuk upgrade gear plus berkesempatan untuk memotret idola saya: Ed Sheeran! :)
Trus, yang katanya Mas Patjar-nya itu yang mana Dek Sop?
ReplyDeleteKok aku baru baca komentar ini yah hahahhaa kagak adeeeeeee..
Delete